1. PERJUANGAN SEEKOR HARIMAU DENGAN SEEKOR COBRA Pak Hamid, seorang tukang sulap yang kerap kali datang mengunjungi sekolah-sekolah, mempertunjukkan kecakapannya. la dapat menjadikan seekor merpati menjadi dua ekor, dua buah bola menjadi empat atau lima bola, mengeluarkan makanan dari hidung atau telinga murid-murid dan lain-lain. Permainannya sangat meriangkan anak-anak sekolah dasar. la dapat menyuruh ularnya menari-nari mengikuti serulingnya. Bukan main riuh rendah suaranya di sekolah, kalau Pak Hamid berkunjung. Pada suatu hari Pak Hamid berjalan di jalan raya sambil membunyikan serulingnya. la menyandang sebuah bungkusan besar berisikan bermacam-macam alat sulap, antara lain sebuah keranjang tempat menyimpan seekor ular senduk yang tidak berbisa lagi. Ular ini sudah mendapat latihan dalam pertunjukannya. Dari jauh terlihat olehnya sekumpulan anak-anak sekolah sedang melempari seekor ular di tepi parit. Dengan keras ia berteriak: "Hai, anak-anak, jangan dilempari binatang itu! Kasihan kita melihatnya." Anak-anak itupun berhenti. Salah seorang dari mereka berkata: "Ular, ular, pak! Dia menjalar di parit itu." Tukang sulap memegang ular itu, lalu diperiksanya dengan cermat. Kiranya anak seekor cobra. Batang lehernya kena batu, tetapi ia belum mati, masih bernapas. "Biar saya ambil ular ini, saya pelihara baik-baik," ujarnya. Diurutnya leher ular itu perlahan-lahan sampai keekornya. Diperhatikannya dan dihembusnya kepala ular itu. Kelihatanlah mata cobra kecil itu bersinar kembali dan binatang itu mulai bergerak. Pak Hamid tak takut akan ular. karena biasa memelihara dan mendidik binatang-binatang guna permainan yang akan dipertontonkannya. "Hai anak-anak! Kalian pergilah ke sekolah. Beberapa hari lagi saya akan main sulap di sekolahmu!" katanya. Tiba di rumah dibaringkannya ular itu di dalam bakul yang di alas dengan kain-kain perca yang empuk. Ditetes-teteskannya susu panas ke dalam rahang ular itu. Sudah itu diletakkannya sebuah mangkok berisi susu hangat. Ditutupnya keranjang itu. lalu dikuncinya. Sore hari dibuka Pak Hamid keranjang itu. Segera ular itu menegakkan kepalanya, serta mendesir. Diulurkannya lidahnya yang bercabang dua itu dan berbuat seakan-akan hendak menyerang. "Ah, ah, jangan begitu anakku sayang," kata pak Hamid. "Sudah sembuh engkau rupanya. Mari kita bersahabat. Inilah katak untukmu, untuk menyehatkan engkau kembali." Ia memasukkan tangannya ke dalam sakunya, mengeluarkan seekor katak kuning, lalu menyodorkan binatang itu. "Tentu engkau sudah lapar betul, bukan?" ujar Pak Hamid. Ular senduk itu menangkap dengan tenang katak itu, menelannya serta menggerak-gerakkan tubuhnya. Pak Hamid mengusap-usap kepala ular itu perlahan-lahan, sampai ke ekornya. Ular itu diam saja. Tahu ia, bahwa orang yang merabanya itu, adalah orang yang menolongnya dari perbuatan nakal anak-anak sekolah. Pak Hamid berkata: "Kini kita bersahabat dan engkau kuberi nama Kerti, Kerti, Kerti ... mengerti? Kerti,... Kerti..., ayo berdiri ...!" Dibunyikannya Pak Hamid serulingnya. Lagu India mendengking di udara. Mendengar bunyi itu Kerti menegakkan dan menggoyang-goyangkan kepala; menggerakkan dan menggulungkan tubuhnya. Makin lama makin cepat Pak Hamid menghembus dan memutar-mutarkan serulingnya. Kelihatan pipi Pak Hamid mengembung dan matanya terbeliak. Kerti ikut menggerak-gerakkan kepalanya. Seluruh badannya bergulung ke kiri dan ke kanan. Telah beberapa kali Kerti ikut dalam pertunjukan sulap. Tetapi selalu ia berganti-ganti dengan ular senduk yang lama. Ular ini sudah beberapa hari sakit, tak mau makan. Pada suatu hari ia kedapatan mati dalam keranjangnya. Pak Hamid sangat bersedih hati, kehilangan seorang teman akrab. Maka dikuburkannya sahabatnya itu di belakang rumahnya. Pertunjukan sulap yang dilakukan Pak Hamid di dalam kota sudah selesai. Telah dua bulan lamanya ia mengunjungi sekolah-sekolah. Dalam pada itu Kerti yang mendapat penjagaan rapi dan makanan sehat, sudah menjadi cobra yang panjang. Pak Hamid hendak ke sekolah di luar kota yang jarang dikunjungi tukang sulap. Hendak dimeriahkannya anak-anak desa dengan pertunjukan-pertunjukan yang ajaib. Pergi ke kampung itu harus berjalan kaki dan melalui hutan lebat. Hal ini tak menjadi halangan bagi pak Hamid. Petualangan akan menambah pengalaman dan pengetahuan, yang sangat digemarinya. Setelah cukup perlengkapan, alat-alat bermain sulap dan makanan bekal dijalan, berangkatlah ia pukul satu siang. Digendongnya sebuah bungkusan besar, tetapi ringan. Di atas ini disandangnya keranjang berisi Kerti, sahabatnya untuk bermain. Inilah yang agak berat. Agak jauh juga perjalanan yang akan ditempuh Pak Hamid. Dikira-kiranya pukul lima sore ia akan sampai di desa yang dituju. Jalan yang dilaluinya penuh dengan pohon-pohonan. sehingga tidak terasa letih ia berjalan. Tiba-tiba ia ditimpa hujan lebat. Hampir gelap barulah ia dapat meninggalkan tempat berteduh. Beberapa saat kemudian, terdengar olehnya bunyi berderak-derak di semak di tepi hutan itu. Dua buah mata bersinar-sinar menentangnya. Tegak bulu roma Pak Hamid. Tak salah lagi. Seekor harimau sedang mencari makan; barangkali yang kelaparan pula. Tak dapat Pak Hamid mengangkat kakinya. Menggigil ia ketakutan. Tiba-tiba harimau itu melompat ke jalan tidak berapa jauh dari padanya, siap hendak menerkam. Karena ketakutan Pak Hamid berbalik dan lari secepat-cepatnya. Terlemparlah bungkusan besar itu beserta keranjang Kerti ke tanah. Pak Hamid tersandung keranjang itu, jatuh terjerembab di rumput. Terbuka keranjang itu dan Kerti terguling di tanah. Terlihat oleh Kerti seekor harimau, tak berapa meter jaraknya. Segera ia menegakkan kepalanya yang seperti senduk itu, siap untuk menerkam. Tahulah ia, tuannya dalam bahaya. la menggulungkan badan. mematuk-matukkan kepalanya, mendesir-desir dan siap siaga. la mengerti, bahwa satu tamparan kaki harimau itu. dapat mencabut nyawanya. Tetapi ia tahu pula, bahwa satu gigitan yang berbisa pada muka. leher atau kulit harimau itu akan membawa maut pada raja hutan itu. Hal ini dimaklumi benar oleh sang harimau itu. Mencium bau manusia yang terdampar di tanah menambah selera harimau itu. Akan dicobanya menerkam dari belakang, lalu ia melompat masuk semak mengelilingi Pak Hamid. Tetapi Kerti ikut pula berputar, sehingga ia tetap berada di antara Pak Hamid dan sang harimau. Harimau berpikir: "Aku akan melompat tinggi-tinggi. melintasi ular, lalu kuterkam mangsaku itu. Terhindar aku dari gigitan ular itu!" Kertipun sudah memperhitungkannya dan telah siap siaga. Hari bertambah senja. Mata harimau dan mata Kerti kelihatan bersinar-sinar. Masing-masing sama-sama memperhatikan gerak gerik lawannya. Tak dapat lagi harimau menahan nafsunya, sebab itu kurang kewaspadaannya. Dengan membungkukkan badan melompatlah ia setinggi-tingginya, melayang di atas Kerti menuju Pak Hamid. Apa hendak dikata; sebagai panah lepas dari busurnya, moncong Kerti dapat menyambar leher harimau itu. Kerti mencengkamkan giginya yang berbisa itu. Dilontarkan Kerti tubuhnya yang panjang itu, lalu membelit batang leher harimau. Harimau. raja rimba, meraung kesakitan kena bisa dan kena cekik Kerti. Dengan sekuat tenaga kuku kaki mukanya mengoyak-ngoyak tubuh ular itu sampai hancur. Barulah ia lepas dari belitan Kerti. laun terhempas di tanah. Sejurus kemudian ia mati lesu tak bergerak lagi kena bisa ular cobra. Dua pahlawan gugur di tengah jalan, seekor mati karena hawa nafsu, yang lain mempertarungkan nyawanya sebab setia dan membalas budi baik tuannya. Rupanya tempat perjuangan itu dekat benar dengan desa yang dituju Pak Hamid. Raung harimau tadi mengejutkan penduduk kampung. Mereka berlompatan keluar rumah, masing-masing dengan tombak dan parang. Anjing-anjing pemburu dilepaskan dan mereka mengikuti jejak kemana anjing itu pergi. Sampailah mereka ke tempat harimau itu terhampar dan segera hendak menembak binatang buas itu. Pak Hamid berteriak: "Hai, jangan ditombak harimau itu. la sudah mati!" Diceritakan Pak Hamid apa yang sudah terjadi dan ularnyalah yang menolongnya dari bahaya maut. Penduduk kampung menguliti harimau itu. Cobra, yang bernama Kerti, telah hancur, dikuburkan dengan khidmad oleh Pak Hamid di bawah pohon yang rindang. "Sahabat karibnya yang setia telah mendahuluinya." ============================================ Ebook Cersil, Teenlit, Novel (www.zheraf.net) Gudang Ebook Ponsel http://www.ebookHP.com ============================================